بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
(Bismillahir rohmanir rohim)
(Bismillahir rohmanir rohim)
Dzikir merupakan ibadah hati dan lisan, yang tidak mengenal batasan
waktu. Bahkan Allah menyifati ulil albab, adalah mereka-mereka yang
senantiasa menyebut Rabnya, baik dalam keadaan berdiri, duduk bahkan
juga berbaring. Oleh karenanya dzikir bukan hanya ibadah yang bersifat
lisaniah, namun juga qolbiah. Imam Nawawi menyatakan bahwa yang afdhal
adalah dilakukan bersamaan di lisan dan di hati. Sekiranyapun harus
salah satunya, maka dzikir hatilah yang lebih afdhal. Meskipun demikian,
menghadirkan maknanya dalam hati, memahami maksudnya merupakan suatu
hal yang harus diupayakan dalam dzikir. Imam Nawawi menyatakan:
المُرَادُ مِنَ الذِّكْرِ حُضُوْرُ الْقَلْبِ ،
فَيَنْبَغِيْ أَنْ يَكُوْنَ هُوَ مَقْصُوْدُ الذَّاِكرِ فَيَحْرُصُ عَلَى
تَحْصِيْلِهِ ، وَيَتَدَبَّرَ مَا يَذْكُرُهُ ، وَيَتَعَقَّلَ مَعْنَاهُ..
"Yang dimaksud dengan dzikir adalah menghadirkan hati. Seyogyanya hal
ini menjadi tujuan dzikir, hingga seseorang berusaha merealisasikannya
dengan mentadaburi apa yang didzikirkan dan memahmi makna yang
dikandungnya.."
Dari sinilah muncul perbedaan pendapat mengenai dzikir dengan suara
keras, atau dengan suara pelan. Masing-masing dari kedua pendapat ini
memiliki dalil yang kuat. Dan cukuplah untuk menegahi hal ini, firman
Allah dalam sebuah ayat:
Firman Allah surah Al-Isro' (110)
قُلِ ادْعُوْا اللهَ أَوِ ادْعُوْا الرَّحْمَنَ
أَيًّا مَا تَدْعُوْا فَلَهُ اْلأَسْمَاءُ الْحُسْنَى وَلاَ تَجْهَرْ
بِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيْلاً
Quli ud'uu allaaha awi ud'uu alrrahmaana ayyan maa tad'uu falahu al-asmaau alhusnaa walaa tajhar bishalaatika walaa tukhaafit bihaa waibtaghi bayna dzaalika sabiilaan. Artinya : "Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang
mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang
terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan
janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua
itu"
Meskipun teks ayat di atas dimaksudkan pada bacaan shalat, namun ada
juga riwayat lain yang menunjukkan bahwa dzikir dan doa juga termasuk
yang dimaksudkannya juga.
قال ابن جرير: حدثنا يعقوب حدثنا ابن علية عن سلمة
بن علقمة عن محمد بن سيرين قال: نبئت أن أبا بكر كان إذا صلى فقرأ خفض صوته
وأن عمر كان يرفع صوته فقيل لأبي بكر لم تصنع هذا؟ قال أناجي ربي عز وجل
وقد علم حاجتي فقيل أحسنت. وقيل لعمر لم تصنع هذا؟ قال أطرد الشيطان وأوقظ
الوسنان قيل أحسنت فلما نزلت "ولا تجهر بصلاتك ولا تخافت بها وابتغ بين ذلك
سبيلا" قيل لأبي بكر ارفع شيئا وقيل لعمر اخفض شيئا
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Sirin, "bahwa Abu Bakar senantiasa
mengecilkan suaranya dalam shalat, sedangkan Umar mengeraskan suaranya.
Hingga suatu ketika Abu Bakar ditanya mengenai pelannya suara, beliau
menjawab, "Aku bermunajat kepada Rabku, dan Allah telah mengetahui
keperluanku." Sementara Umar menjawab, "Aku mengeraskannya untuk
mengusir syaitan dan menghancurkan berhala." Maka tatkala turun ayat
ini, dikatakan kepada Abu Bakar agar mengeraskan sedikit suaranya dan
kepada Umar agar dikecilkan sedikit suaranya."
وَقَالَ أَشْعَثُ بْنُ سِوَارٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ: نَزَلَتْ فِي الدُّعَاءِ وَهَكَذَا رَوَى الثَّوْرِيُّ
وَمَالِكٌ عَنْ هِشَامٍ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أََبِيْهِ عَنْ عَائِشَةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّهَا نَزَلَتْ فِي الدُّعَاءِ
“Asy’ast berkata dari Ikrimah dari ibnu Abbas, bahwa ayat ini turun
pada permasalahan doa. Demikian juga Imam Sufyan al-Tsauri dan Malik
meriwyatkan dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah ra, bahwa
ayat ini turun pada permasalahan doa.”
Dan doa merupakan bagian dari dzikir. Kemudian terlepas dari "jahr"
dan "sir", yang paling penting adalah bagaimana hati dan lisan tidak
pernah kering dari dzikrullah.
Demikian semoga menjadi bermanfaat bagi kita semua. Wallahu 'aklam bish showab.
No comments:
Post a Comment