بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
(Bismillahir rohmanir rohim)
(Bismillahir rohmanir rohim)
Ayat Kursi (bahasa Arab: آية الكرسى ʾāyatul kursī) atau Ayat Singgasana adalah ayat ke-255 dari Surah Al-Baqarah. Ayat ini disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Ubay bin Ka'ab sebagai ayat paling agung dalam Al Qur'an. Isinya tentang keesaan Tuhan serta kekuasaan Tuhan yang mutlak atas segala sesuatu dan bahwa Ia tidak kesulitan sedikitpun dalam memeliharanya.
Merupakan salah satu ayat yang padanya terdapat Al-Ismul A‘zhom.
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Hadits yang diriwayatkan dari Abu Umamah ra. dari Nabi sholallahu 'alihi wasallam, beliau bersabda:
“Sesungguhnya Ismullohil A‘zhom terdapat dalam 3 surah dalam Al-Qur’an,
yakni dalam surah Al-Baqarah, Ali Imran, dan Thaahaa.” Aku (Al-Qasim,
rawi) pun lalu mencarinya dan ternyata aku menemukannya yang dalam surah
Al-Baqarah ada di Ayat Kursi yakni: Alloohu laa ilaaha illaa huwal
hayyul qoyyuum; lalu di surah Ali Imran ada di ayat: Alif Laam Miim.
Alloohu laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum; lalu di surah Thaahaa ada
di ayat Wa ‘anatil wujuuhu lil hayyil qoyyuum. (HR. Hakim dalam
Al-Mustadrak [1/686/1866])
Lantas apa yang dimaksud dengan Al-Ismul A‘zhom itu? Al-Ismul A‘zhom
atau Ismullohil A‘zhom berarti nama-nama Allah yang paling agung.
Termasuk di antaranya adalah:
- Al-Hayyu (Dzat Yang Maha hidup, Dzat Yang Hidup kekal) dan Al-Qayyum (Dzat Yang Maha Mengurus makhluk-Nya). Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Hadits riwayat Hakim di atas.
- Ar-Rohman (Dzat Yang Maha Pemurah) dan Ar-Rohim (Dzat Yang Maha Penyayang). Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Hadits yang diriwayatkan dari Asma’ binti Yazid bahwasanya Nabi sholallahu 'alihi wasallam bersabda: “Ismulloohil A‘zhom terdapat dalam kedua ayat ini, yakni (QS. Al-Baqarah [2] ayat 163): Wa ilaahukum ilaahuw waahid, laa ilaaha illaa huwar rohmaanur rohiim dan di awal surah Ali Imran yakni Alif Laam Miim. Alloohu laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum.” (HR. Tirmidzi dalam Sunannya [3400]; Ibnu Majah dalam Sunannya [3845]; Abu Dawud dalam Sunannya [1278]; dan Ahmad dalam Musnadnya [26329]. Tirmidzi berkata: “Ini Hadits hasan shahih.”). Hadits ini menjelaskan bahwa Ar-Rohman dan Ar-Rohim itu termasuk Al-Ismul A‘zhom, di samping Al-Hayyu dan Al-Qoyyuum.
- Al-Ahad (Dzat Yang Maha Esa) dan As-Shomad (Dzat Tempat Bergantung segala makhluk-Nya). Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Hadits yang diriwayatkan dari Buraidah bin Hashib yang mana ia berkata: “Nabi saw. pernah mendengar seseorang yang berucap dalam do‘anya: Alloohumma innii as-aluka bi annaka antalloohul ahadus shomad, alladzii lam yalid wa lam yuulad, wa lam yakul lahuu kufuwan ahad.... (Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu atas dasar bahwa Engkaulah Allah, Al-Ahad, As-Shomad, yang tidak melahirkan dan tidak pula dilahirkan, dan Dzat yang tiada siapapun yang setara dengan-Nya....). Yang mana Rasulullah saw. lalu bersabda: ‘Sungguh dia telah memohon kepada Allah dengan menggunakan nama-Nya yang paling agung (Al-Ismul A‘zhom) yang jika seseorang meminta kepada-Nya dengan nama tersebut, pasti akan Dia beri dan jika seseorang berdo‘a kepada-Nya dengan nama tersebut pasti akan Dia ijabah.” (HR. Ibnu Majah dalam Sunannya [3847] dan Tirmidzi dalam Sunannya [3397]) Mengenai Hadits yang diriwayatkannya dalam Sunannya [3397], Tirmidzi berkata: “Ini Hadits hasan gharib.” Hadits ini dikeluarkan juga oleh Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dalam Shahihnya, dan Hakim. Hakim berkata: “Hadits ini shahih sesuai syarat keshahihan Bukhari-Muslim.” Sementara Al-Mundziri berkata dalam Talkhisus Sunan: “Syaikh kita Al-Hafizh Abu Hasan Al-Maqdisi berkata: ‘Dalam isnad Hadits ini tidak ada rawi yang tertuduh (tidak baik) dan aku tidak mengetahui dalam bab ini adanya Hadits lain yang lebih baik sanadnya daripada Hadits ini....” (Baca: Tuhfatul Ahwadzi syarah Sunan Tirmidzi [3397])
- Al-Mannan (Dzat Yang Maha Pemberi); Badi‘us samawati wal ardh (Sang Pencipta langit dan bumi); dan Dzul jalali wal ikrom (Sang Pemilik keagungan dan kemuliaan). Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik yang mana ia berkata: “Nabi saw. pernah mendengar seseorang yang berucap dalam do‘anya: Alloohumma innii as-aluka bi anna lakal hamda, laa ilaaha illaa anta wahdak, laa syariika lak, al-mannaan, badii‘us samaawaati wal ardh, dzul jalaali wal ikroom.... (Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu atas dasar bahwa segala puji hanyalah milik-Mu; tiada ilah [sesembahan] selain Engkau semata; tiada sekutu bagi-Mu; Engkaulah Al-Mannan, Badi‘us samawati wal ardh; dan Dzul jalali wal ikrom ....). Yang mana beliau lalu bersabda mengenainya: ‘Sungguh dia telah memohon kepada Allah dengan menggunakan nama-Nya yang paling agung (Al-Ismul A‘zhom) yang jika seseorang meminta kepada-Nya dengan nama tersebut, pasti akan Dia beri dan jika seseorang berdo‘a kepada-Nya dengan nama tersebut pasti akan Dia ijabah.” (HR. Ibnu Majah dalam Sunannya [3848]; Tirmidzi dalam Sunannya [3467]; Abu Dawud dalam Sunannya [1277]; dan Ahmad dalam Musnadnya [11760])
Hadits-hadits yang disebutkan di atas menjelaskan bahwa Allah
memiliki nama-nama yang paling agung (Al-Ismul A‘zhom) yang jika
seseorang berdo‘a kepada-Nya dengannya, Dia akan mengijabahnya. Ada
sebagian ahlul ilmi yang tidak sepakat mengenai hal ini; namun pendapat
yang rajih adalah pendapat yang menyatakan adanya Al-Ismul A‘zhom ini.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fat-hul Bari: “Ada sejumlah ahlul ilmi semisal Abu Ja‘far At-Thabari, Abul Hasan
Al-Asy‘ari, Abu Hatim bin Hibban, dan Abu Bakar Al-Baqillani, yang
mengingkari adanya Al-Ismul A‘zhom ini. Mereka semua mengatakan: ‘Tidak
boleh menganggap lebih agung sebagian nama Allah atas nama Allah
lainnya.’ Mereka mena’wilkan kata-kata “a‘zhom” yang menjelaskan tentang
nama-nama Allah tersebut dengan makna “‘azhiim” (yang berarti “agung”
bukan “paling agung” –pen.); sebab semua nama Allah itu bersifat agung.
Ibnu Hibban berkata: ‘Kata-kata “paling agung” tersebut maksudnya
adalah menyangkut besarnya pahala yang diraih oleh orang yang berdo‘a
dengan mengunakan Al-Ismul A‘zhom itu....’ Ulama’ lain ada yang berkata:
‘Allah menyimpan ilmu tentang Al-Ismul A‘zhom dan tidak
memberitahukannya kepada siapapun mengenainya.’
Sementara ulama’ lainnya lagi menyatakan bahwa Al-Ismul A‘zhom itu
ada batasannya tertentu, dan mereka berbeda pendapat mengenainya.
Mengenai perbedaan pendapat tentang batasan Al-Ismul A‘zhom ini, sejauh
yang aku (Ibnu Hajar) ketahui ada sebanyak 14 macam pendapat.
Di antaranya, ada yang mengatakan bahwa Al-Ismul A‘zhom itu hanyalah
lafazh “Alloh”; sebab lafazh “Alloh” itu merupakan nama yang tidak bisa
diperuntukkan bagi selain Allah. Lagi pula, lafazh “Alloh” itu
merupakan pangkal dari semua Al-Asma’ul Husna dan semua Al-Asma’ul Husna
itu disandarkan kepadanya.
Ada juga yang mengatakan bahwa Al-Ismul A‘zhom itu adalah Ar-Rohman,
Ar-Rohim, Al-Hayyu, dan Al-Qoyyum. Hal ini sebagaimana yang dikeluarkan
Tirmidzi dari Hadits Asma’ binti Yazid.
Ada juga yang mengatakan bahwa Al-Ismul A‘zhom itu adalah Al-Hayyu
dan Al-Qoyyum. Hal ini sebagaimana yang dikeluarkan Ibnu Majah dari
Hadits Abu Umamah yang menyebutkan bahwa Al-Ismul A‘zhom itu ada di 3
surah yakni surah Al-Baqarah, Ali Imran, dan Thaahaa. Yang mana Al-Qasim
–rawi dari Abu Umamah– berkata: ‘Aku lalu mencarinya dan akhirnya aku
tahu bahwa yang dimaksud adalah Al-Hayyu dan Al-Qoyyum.’ Hal ini
diperkuat oleh Al-Fakhrur Razi, dan dia berhujjah bahwa keduanya
(Al-Hayyu dan Al-Qoyyum) menjelaskan sebagian dari sifat agung
rububiyyah Allah yang tidak dijelaskan oleh nama lain selain keduanya.
Ada juga yang mengatakan bahwa Al-Ismul A‘zhom itu adalah Al-Hannan,
Al-Mannan, Badi‘us samawati wal ardh, Dzul jalali wal ikrom, Al-Hayyu,
dan Al-Qoyyum. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Anas yang
diriwayatkan Ahmad dan Hakim yang asalnya ada pada riwayat Abu Dawud dan
Nasa’i yang dinilai shahih oleh Ibnu Hibban.
Dan ada juga yang mengatakan bahwa Al-Ismul A‘zhom itu adalah Alloh,
Al-Ahad, dan As-Shomad. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam lafazh
Hadits: Allohu laa ilaaha illaa huwal ahadus shomad, alladzii lam yalid
wa lam yuulad, yang dikeluarkan Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan
Hakim dari Buraidah.” Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata lagi: “Yang
disebutkan terakhir inilah yang lebih rajih dari segi sanad bila
dibanding riwayat-riwayat lain yang menjelaskan mengenai hal ini.”
(Baca: Tuhfatul Ahwadzi syarah Sunan Tirmidzi [3400])
Demikian semoga menjadi bermanfaat bagi kita semua.
No comments:
Post a Comment