Tuesday, September 30, 2014

10 Hari Dzulhijjah 7

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ












(Bismillahir rohmanir rohim)

Hari-hari yang paling utama di dunia adalah sepuluh hari (pertama bulan Dzulhijjah). ” (Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 1133). Demikianlah Nabi kita صلى الله عليه وسلم menerangkan kedudukan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Amal-amal saleh yang bisa ditingkatkan dan dikerjakan di hari-hari yang Allah berkahi ini, tidak terbatas dengan amalan-amalan yang telah disebutkan. Melainkan pula seluruh amalan saleh secara mutlak dianjurkan untuk ditunaikan di hari-hari ini. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

ما مِن أيامٍ العمل الصّالح فيها أحبُّ إلى الله مِن هذه الأيّامِ. قالوا: يا رسول الله، و لا الجهادُ في سبيل الله؟ قال: و لا الجهادُ في سبيل الله! إلاّ رجلٌ خرج بنفسه و ماله فلم يرجعْ مِن ذلك بشيء

Tidak ada hari-hari yang mana amal saleh di dalamnya lebih dicintai Allah dibandingkan hari-hari ini (sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah). Para sahabat bertanya, “ wahai Rasulullah, tidak pula jihad fi sabilillah? ” Beliau menjawab, “Tidak pula jihad fisabilillah, kecuali seseorang yang berjihad dengan jiwa dan hartanya lalu tidak kembali membawa apa-apa lagi. ” (HR. Bukhari no. 969)
Hadits di atas menunjukkan disyari’atkannya memperbanyak amal shalih secara umum pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Sebagaimana juga disebutkan dalam riwayat yang lain dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma, Nabi shollallahu’alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ عَمَلٍ أَزْكَى عِنْدَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلاَ أَعْظَمَ أَجْرًا مِنْ خَيْرٍ يَعْمَلُهُ فِي عَشْرِ الأَضْحَى
“Tidak ada satu amalan yang lebih suci di sisi Allah ‘azza wa jalla dan lebih besar pahalanya dari satu kebaikan yang dilakukan seseorang pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah.” [HR. Ad-Darimi dalam Sunan-nya no. 1776 dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Imanno. 3476, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhibno. 1248]

Allah subhanahu wata’ala berfirman surah Al-Hajj, 28 :

Liyasyhaduu manaafi'a lahum wayadzkuruu isma allaahi fii ayyaamin ma'luumaatin 'alaa maa razaqahum min bahiimati al-an'aami fakuluu minhaa wa-ath'imuu albaa-isa alfaqiira, Artinya : supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan986 atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak987. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.

Menurut Ibnu Abbas, asy-Syafi'i dan jumhur ulama, yaitu sepuluh hari (bulan Dzul-hijjah).

Ketahuilah bahwasanya dianjurkan memperbanyak dzikir pada sepuluh hari ini dibandingkan hari-hari lainnya, dan itu lebih dianjurkan lagi pada hari Arafah dibandingkan sembilan hari lainnya.

Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari (Kitab al-Idain, Bab Fadh al-Amal fi Ayyam at-Tasyriq, 2/457, no. 969.), dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda,


مَاالْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هذِهِ. قَالُوْا: وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ؟ قَالَ: وَلاَ الْجِهَادُ، إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ.


"Tiada amalan pada hari-hari yang lebih utama daripada (yang dilakukan) di dalamnya." Mereka bertanya, "Tidak pula jihad fi sabilillah?" Beliau menjawab, "Tidak pula jihad, kecuali seseorang yang keluar dengan membawa dirinya dan hartanya, lalu ia kembali tanpa membawa sesuatu." Ini redaksi riwayat al-Bukhari, dan ini shahih.
 

Dalam riwayat at-Tirmidzi,

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيْهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ هذِهِ اْلأَيَّامِ الْعَشْرِ.


"Tiada hari-hari di mana amal shalih di dalamnya lebih dicintai Allah daripada sepuluh hari ini." 
 

Dalam Musnad Imam Abu Muhammad Abdullah bin Abdurrahman ad-Darimi dengan sanad Shahihain, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,


مَاالْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنَ الْعَمَلِ فِي عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ. قِيْلَ: وَلاَ الْجِهَادُ؟


"Tiada amalan pada hari-hari, yang lebih utama daripada amalan yang dilakukan di sepuluh Dzulhijjah." Ditanyakan, "Tidak pula jihad?..." dan menyebutkan kelanjutan hadits. Dalam suatu riwayat, "عَشْرِ اْلأَضْحَى (sepuluh Adha)."


Dalam kitab at-Tirmidzi, dari Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam , beliau bersabda,

خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّوْنَ مِنْ قَبْلِيْ: لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ، وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ.


"Sebaik-baik doa ialah doa pada hari Arafah, dan sebaik-baik yang aku ucapkan dan para nabi sebelumku ialah (yang artinya): Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata yang tiada sekutu bagiNya. Dia memiliki kerajaan dan memiliki pujian, serta Dia Mahakuasa atas segala sesuatu."

Takhrij al-hadits:


Hadits Shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, Kitab ad-Da'awat, Bab Du'a` Yaum Arafah, 5/572, no. 5385 dari jalur Hammad bin Abu Humaid, dari Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya dengan hadits tersebut secara marfu'.

At-Tirmidzi mengatakan, "Gharib dari aspek ini, dan Hammad tidak kuat menurut ahli hadits." Tetapi hadits ini memiliki beberapa syahid, di antaranya mursal yang akan disebutkan nanti dan mursal lainnya diriwayatkan al-Ashbahani dalam at-Targhib, no. 2482 dari al-Muththalib bin Abdillah bin Hanthab. Sementara syahid yang marfu' dari hadits Ali yang diriwayatkan ath-Thabrani dalam ad-Du'a`, no. 874, dan al-Baihaqi 5/117: dari dua jalur yang satu sama lain saling menghasankan. Jadi, hadits ini shahih dengan berbagai syahidnya, dan hadits ini telah dishahihkan oleh al-Albani.
Sanad hadits ini didhaifkan oleh at-Tirmidzi.


Dlam Muwaththa` Imam Malik dengan sanad mursal dan dengan redaksi yang kurang, yang redaksinya sebagai berikut,


أَفْضَلُ الدُّعَاءِ (دُعَاءُ) يَوْمِ عَرَفَةَ، وَأَفْضَلُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّوْنَ مِنْ قَبْلِيْ: لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، لاَ شَرِيْكَ لَهُ.


"Doa yang paling utama ialah doa pada hari Arafah, dan sebaik-baik apa yang aku ucapkan dan para nabi sebelumku ialah: Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata yang tiada sekutu bagiNya."

Takhrij al-hadits: 


Hadits Shahih: Diriwayatkan oleh Malik dalam al-Muwaththa' 1/422; al-Baihaqi 4/284, 5/117; al-Baghawi, no. 1929: dari Ziyad bin Abi Ziyad, dari Thalhah bin Ubaidillah bin Kariz, dari Nabi a dengan hadits tersebut. 

Ini adalah mursal shahih. Disebutkan secara maushul pada riwayat Ibnu Adi 4/1599: dari jalur Abdurrahman bin Yahya al-Madani, Malik menceritakan kepada kami, dari Sumai, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah dengan hadits tersebut secara marfu'. Ibnu Adi mengatakan, "Munkar dari Malik, karena tidak ada yang meriwayatkannya selain Abdurrahman bin Yahya ini, dan Abdurrahman ini tidak dikenal." Karena itu, Ibnu Abdil Barr mengatakan, "Tidak diperselisihkan dari Malik tentang riwayat mursalnya. Aku tidak hafal dengan sanad ini bisa dijadikan sebagai sandaran dari aspek yang dapat dijadikan sebagai hujjah. Namun hadits-hadits fadhilah tidak memerlukan apa yang bisa dijadikan sebagai sandaran, apalagi disebutkan secara musnad dari hadits Ali dan Ibnu Amr." Aku katakan, Sanad-sanad ini telah penulis kemukakan pada catatan kaki terdahulu, dan hadits ini shahih dengan syawahid tersebut. 

 

Telah sampai kepada kami dari Salim bin Abdillah bin Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa ia melihat seseorang meminta-minta kepada manusia pada hari Arafah, maka ia mengatakan,


يَا عَاجِزُ، فِي هذَا الْيَوْمِ يُسْأَلُ غَيْرُ اللهِ ؟


“Wahai orang yang lemah, apakah pada hari ini ada selain Allah subhanahu wata’ala yang diminta?!" (Abu Nu'aim menyebutkannya dalam al-Hilyah 2/194 yang semisal dengannya) 

Al-Bukhari mengatakan dalam Shahihnya (Kitab al-Idain, Bab at-Takbir Ayyam Mina wa Idza Ghada ila Arafah, 2/461 secara mu'allaq)

كَانَ عُمَرُ يُكَبِّرُ فِي قُبَّتِهِ بِمِنًى، فَيَسْمَعُهُ أَهْلُ الْمَسْجِدِ، فَيُكَبِّرُوْنَ وَيُكَبِّرُ أَهْلُ اْلأَسْوَاقِ حَتَّى تَرْتَجَّ مِنًى تَكْبِيْرًا.


"Umar radhiyallahu ‘anhu bertakbir di kubahnya di Mina, lalu orang-orang di masjid mendengarnya, maka mereka pun bertakbir dan diikuti oleh orang-orang di pasar, sehingga Mina bergema dengan takbir."
 

Al-Bukhari (Kitab al-'Idain, Bab Fadhl al-Amal fi Ayyam at-Tasyriq, 2/461 secara mu'allaq.) mengatakan,


وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ وَأَبُوْ هُرَيْرَةَ p يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوْقِ فِي أَيَّامِ الْعَشْرِ يُكَبِّرَانِ وَيُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيْرِهِمَا.
"Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma keluar ke pasar pada hari kesepuluh (Dzulhijjah) untuk bertakbir, dan orang-orang pun bertakbir karena takbir keduanya." 


Demikian semoga bermanfaat bagi kita semua. Wallahu 'aklam bish showab. 

10 Hari Dzulhijjah 6


: بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
(Bismillahir rohmanir rohim)

Hari-hari yang paling utama di dunia adalah sepuluh hari (pertama bulan Dzulhijjah). ” (Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 1133). Demikianlah Nabi kita صلى الله عليه وسلم menerangkan kedudukan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Amal-amal saleh yang bisa ditingkatkan dan dikerjakan di hari-hari yang Allah berkahi ini, tidak terbatas dengan amalan-amalan yang telah disebutkan. Melainkan pula seluruh amalan saleh secara mutlak dianjurkan untuk ditunaikan di hari-hari ini. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

ما مِن أيامٍ العمل الصّالح فيها أحبُّ إلى الله مِن هذه الأيّامِ. قالوا: يا رسول الله، و لا الجهادُ في سبيل الله؟ قال: و لا الجهادُ في سبيل الله! إلاّ رجلٌ خرج بنفسه و ماله فلم يرجعْ مِن ذلك بشيء

Tidak ada hari-hari yang mana amal saleh di dalamnya lebih dicintai Allah dibandingkan hari-hari ini (sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah). Para sahabat bertanya, “ wahai Rasulullah, tidak pula jihad fi sabilillah? ” Beliau menjawab, “Tidak pula jihad fisabilillah, kecuali seseorang yang berjihad dengan jiwa dan hartanya lalu tidak kembali membawa apa-apa lagi. ” (HR. Bukhari no. 969)
Hadits di atas menunjukkan disyari’atkannya memperbanyak amal shalih secara umum pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Sebagaimana juga disebutkan dalam riwayat yang lain dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma, Nabi shollallahu’alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ عَمَلٍ أَزْكَى عِنْدَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلاَ أَعْظَمَ أَجْرًا مِنْ خَيْرٍ يَعْمَلُهُ فِي عَشْرِ الأَضْحَى
“Tidak ada satu amalan yang lebih suci di sisi Allah ‘azza wa jalla dan lebih besar pahalanya dari satu kebaikan yang dilakukan seseorang pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah.” [HR. Ad-Darimi dalam Sunan-nya no. 1776 dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Imanno. 3476, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhibno. 1248]

Berkurban

Berkurban merupakan sunnah Nabi Ibrahim عليه السلام yang telah Allah تعالى syariatkan untuk umat ini. Dan Allah تعالى pun telah menjadikannya termasuk amalan utama yang ada di sepuluh hari penuh berkah ini. Karena itu, berkurban merupakan amalan yang begitu penting di dalam Islam. Saking pentingnya, sampai-sampai Nabi kita صلى الله عليه وسلم bersabda:
من كان له سَعَةٌ ولم يُضَحِّ فلا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
Siapa yang memiliki kemampuan lalu tidak berkurban, maka hendaknya ia jangan mendekati mushala kami. ” (HR. Ibnu Majah no. 3123)
Bagi yang Telah Berniat untuk Menyembelih Kurban, Tidak Dibolehkan untuk Memotong Rambut Seluruh Tubuhnya, Kulitnya dan Kukunya Mulai tanggal 1 Dzulhijjah sampai Menyembelih Qurbannya

Rosulullah shollallahu’alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا
“Apabila telah masuk sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, dan salah seorang dari kalian telah berniat untuk berqurban, maka janganlah ia memotong rambutnya dan kulitnya sedikitpun.” [HR. Muslim dari Ummu salamah radhiyallahu’anha]

Dalam riwayat yang lain,
فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّىَ
“Janganlah ia memotong rambutnya dan kuku-kukunya sedikitpun sampai ia menyembelih.” [HR. Muslim dari Ummu Salamah radhiyallahu’anha]

Tidak boleh dipotong juga bermakna tidak boleh dihilangkan dengan cara lain seperti dipecahkan, dibakar dan lain sebagainya. Ketentuan ini berlaku bagi seseorang yang telah berniat untuk berkurban, adapun keluarganya yang akan ia sertakan, tidaklah berlaku bagi mereka. Dan rambut yang dimaksud dalam hadits di atas, mencakup rambut seluruh tubuhnya, baik di kepalanya maupun badannya. 

Demikian semoga bermanfaat bagi kita semua. Wallahu 'aklam bish showab. 

10 Hari Dzulhijjah 5

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
(Bismillahir rohmanir rohim)

Hari-hari yang paling utama di dunia adalah sepuluh hari (pertama bulan Dzulhijjah). ” (Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 1133). Demikianlah Nabi kita صلى الله عليه وسلم menerangkan kedudukan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Amal-amal saleh yang bisa ditingkatkan dan dikerjakan di hari-hari yang Allah berkahi ini, tidak terbatas dengan amalan-amalan yang telah disebutkan. Melainkan pula seluruh amalan saleh secara mutlak dianjurkan untuk ditunaikan di hari-hari ini. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

ما مِن أيامٍ العمل الصّالح فيها أحبُّ إلى الله مِن هذه الأيّامِ. قالوا: يا رسول الله، و لا الجهادُ في سبيل الله؟ قال: و لا الجهادُ في سبيل الله! إلاّ رجلٌ خرج بنفسه و ماله فلم يرجعْ مِن ذلك بشيء

Tidak ada hari-hari yang mana amal saleh di dalamnya lebih dicintai Allah dibandingkan hari-hari ini (sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah). Para sahabat bertanya, “ wahai Rasulullah, tidak pula jihad fi sabilillah? ” Beliau menjawab, “Tidak pula jihad fisabilillah, kecuali seseorang yang berjihad dengan jiwa dan hartanya lalu tidak kembali membawa apa-apa lagi. ” (HR. Bukhari no. 969)
Hadits di atas menunjukkan disyari’atkannya memperbanyak amal shalih secara umum pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Sebagaimana juga disebutkan dalam riwayat yang lain dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma, Nabi shollallahu’alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ عَمَلٍ أَزْكَى عِنْدَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلاَ أَعْظَمَ أَجْرًا مِنْ خَيْرٍ يَعْمَلُهُ فِي عَشْرِ الأَضْحَى
“Tidak ada satu amalan yang lebih suci di sisi Allah ‘azza wa jalla dan lebih besar pahalanya dari satu kebaikan yang dilakukan seseorang pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah.” [HR. Ad-Darimi dalam Sunan-nya no. 1776 dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Imanno. 3476, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhibno. 1248]
Sholat ‘Ied dan Berqurban

Allah ta’ala berfirman :

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Maka sholatlah hanya untuk Rabb-mu dan berqurbanlah hanya untuk-Nya.” [Al-Kautsar: 2]

Banyak ahli tafsir menjelaskan bahwa maksud sholat dan qurban dalam ayat di atas adalah sholat ‘iedul adha dan berqurban pada hari itu setelah melaksanakan sholat. Dan penafsiran tersebut sesuai dengan sabda Rosulullah shollallahu’alaihi wa sallam,

إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ بِهِ فِي يَوْمِنَا هَذَا أَنْ نُصَلِّيَ ثُمَّ نَرْجِعَ فَنَنْحَرَ فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ أَصَابَ سُنَّتَنَا ، وَمَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ عَجَّلَهُ لأَهْلِهِ لَيْسَ مِنَ النُّسُكِ فِي شَيْءٍ

“Sesungguhnya pertama kali yang akan kita kerjakan pada hari ini adalah sholat, kemudian kita kembali, lalu kita berqurban. Maka barangsiapa yang melakukan itu, berarti dia telah mengamalkan sunnah kami dengan tepat, dan barangsiapa yang menyembelih sebelum sholat maka itu hanyalah daging biasa yang dia berikan untuk keluarganya dan bukanlah sebuah nusuk (ibadah qurban) sama sekali.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Al-Baro’ bin ‘Azib radhiyallahu’anhu]


Shalat ied merupakan syiar islam yang begitu agung. Karena itu, tidaklah mengherankan bila Rasulullah صلى الله عليه وسلم begitu perhatian terhadap hal ini. Saking perhatiannya, sampai-sampai beliau صلى الله عليه وسلم memerintahkan seluruh kaum muslimin untuk menghadirinya. Tak terkecuali wanita yang sedang haid. Beliau tetap memerintahkan para wanita yang sedang datang bulan untuk menyaksikan sholat ied, meskipun mereka tak mengerjakan shalatnya.
Ummu ‘Athiyyah رضي الله عنها menjelaskan tentang perintah Rosulullah صلى الله عليه وسلم itu. Ia berkata, Kami (para wanita) diperintahkan untuk keluar di hari ‘ied. Sampai–sampai kami juga diperintahkan untuk mengeluarkan gadis dari tempat pingitannya dan juga wanita-wanita haid. Mereka ditempatkan di belakang orang-orang yang shalat. Mereka pun bertakbir bersama para jamaah shalat ied dan berdoa pula bersama mereka. Mereka mengharapkan berkah dan kesucian hari itu. ” (HR. Bukhari no. 928)

Demikian semoga bermanfaat bagi kita semua. Wallahu 'aklam bish showab.

10 Hari Dzulhijjah 4

: بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
(Bismillahir rohmanir rohim)

Hari-hari yang paling utama di dunia adalah sepuluh hari (pertama bulan Dzulhijjah). ” (Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 1133). Demikianlah Nabi kita صلى الله عليه وسلم menerangkan kedudukan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Amal-amal saleh yang bisa ditingkatkan dan dikerjakan di hari-hari yang Allah berkahi ini, tidak terbatas dengan amalan-amalan yang telah disebutkan. Melainkan pula seluruh amalan saleh secara mutlak dianjurkan untuk ditunaikan di hari-hari ini. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

ما مِن أيامٍ العمل الصّالح فيها أحبُّ إلى الله مِن هذه الأيّامِ. قالوا: يا رسول الله، و لا الجهادُ في سبيل الله؟ قال: و لا الجهادُ في سبيل الله! إلاّ رجلٌ خرج بنفسه و ماله فلم يرجعْ مِن ذلك بشيء

Tidak ada hari-hari yang mana amal saleh di dalamnya lebih dicintai Allah dibandingkan hari-hari ini (sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah). Para sahabat bertanya, “ wahai Rasulullah, tidak pula jihad fi sabilillah? ” Beliau menjawab, “Tidak pula jihad fisabilillah, kecuali seseorang yang berjihad dengan jiwa dan hartanya lalu tidak kembali membawa apa-apa lagi. ” (HR. Bukhari no. 969)
Hadits di atas menunjukkan disyari’atkannya memperbanyak amal shalih secara umum pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Sebagaimana juga disebutkan dalam riwayat yang lain dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma, Nabi shollallahu’alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ عَمَلٍ أَزْكَى عِنْدَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلاَ أَعْظَمَ أَجْرًا مِنْ خَيْرٍ يَعْمَلُهُ فِي عَشْرِ الأَضْحَى
“Tidak ada satu amalan yang lebih suci di sisi Allah ‘azza wa jalla dan lebih besar pahalanya dari satu kebaikan yang dilakukan seseorang pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah.” [HR. Ad-Darimi dalam Sunan-nya no. 1776 dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Imanno. 3476, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhibno. 1248]

Haji

Haji termasuk amalan utama yang dikerjakan di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Bahkan, itu merupakan kekhususan yang ada pada 10 hari penuh berkah ini. Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, Rangkaikanlah antara haji dan umrah. Karena keduanya menghilangkan kefakiran dan dosa, sebagaimana api menghilangkan karat di besi, emas dan perak. ” (HR. Tirmidzi no. 810)
Dan Nabi صلى الله عليه وسلم telah menyebutkan keutamaan haji yang mabrur. Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda:
العمرة إلى العمرة كفّارة لما بينهما والحجّ المبرور ليس له جزاء إلا الجنّة
Umrah ke umrah merupakan penghapus dosa di antara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasan atasnya melainkan surga. ” (HR. Bukhari no. 1683 dan Muslim no. 1349)

Takbir ini disyari’atkan bagi selain jama’ah haji. Adapun bagi jama’ah haji disunnahkan untuk memperbanyak ucapan talbiyah sampai melempar jamrah ‘aqobah pada tanggal 10 Dzulhijjah, barulah dibolehkan bertakbir, dan boleh mulai bertakbir sejak lemparan pertama pada jamrah ‘aqobah tersebut sampai akhir hari tasyriq.

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ
 
Labbaika Allaahumma labbaika, labbaika laa syariika laka labbaika, innal hamda wan ni’mata laka wal mulka laa syariika laka. Artinya: “Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku datang memuhi panggilan-Mu tidak ada sekutu bagi-Mu, aku dating memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu.” Al-Bukhori dalam kitab Al-Hajj,bab “At-Talbiyah”,[1549] Muslim dalam kitab Al-Hajj, bab “At-Talbiyah wa Shifatuha”,[1184])

Dan boleh juga bagi jama’ah haji untuk menggabungkan antara takbir dan talbiyah, yakni terkadang membaca takbir dan terkadang membaca talbiyah, namun yang afdhal bagi yang sedang ihram untuk mengucapkan talbiyah, sedang bagi yang tidak ihram untuk bertakbir. Dan takbir ini dibaca sendiri-sendiri, adapun membacanya secara berjama’ah dengan satu suara atau dipimpin oleh seseorang maka termasuk perbuatan bid’ah, mengada-ada dalam agama [Lihat Majmu’ Fatawa Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah, 13/19].

Demikian semoga bermanfaat bagi kita semua. Wallahu 'aklam bish showab.

10 Hari Dzulhijjah 3

: بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
(Bismillahir rohmanir rohim)


Hari-hari yang paling utama di dunia adalah sepuluh hari (pertama bulan Dzulhijjah). ” (Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 1133). Demikianlah Nabi kita صلى الله عليه وسلم menerangkan kedudukan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Amal-amal saleh yang bisa ditingkatkan dan dikerjakan di hari-hari yang Allah berkahi ini, tidak terbatas dengan amalan-amalan yang telah disebutkan. Melainkan pula seluruh amalan saleh secara mutlak dianjurkan untuk ditunaikan di hari-hari ini. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

ما مِن أيامٍ العمل الصّالح فيها أحبُّ إلى الله مِن هذه الأيّامِ. قالوا: يا رسول الله، و لا الجهادُ في سبيل الله؟ قال: و لا الجهادُ في سبيل الله! إلاّ رجلٌ خرج بنفسه و ماله فلم يرجعْ مِن ذلك بشيء

Tidak ada hari-hari yang mana amal saleh di dalamnya lebih dicintai Allah dibandingkan hari-hari ini (sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah). Para sahabat bertanya, “ wahai Rasulullah, tidak pula jihad fi sabilillah? ” Beliau menjawab, “Tidak pula jihad fisabilillah, kecuali seseorang yang berjihad dengan jiwa dan hartanya lalu tidak kembali membawa apa-apa lagi. ” (HR. Bukhari no. 969)


Hadits di atas menunjukkan disyari’atkannya memperbanyak amal shalih secara umum pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Sebagaimana juga disebutkan dalam riwayat yang lain dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma, Nabi shollallahu’alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ عَمَلٍ أَزْكَى عِنْدَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلاَ أَعْظَمَ أَجْرًا مِنْ خَيْرٍ يَعْمَلُهُ فِي عَشْرِ الأَضْحَى


“Tidak ada satu amalan yang lebih suci di sisi Allah ‘azza wa jalla dan lebih besar pahalanya dari satu kebaikan yang dilakukan seseorang pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah.” [HR. Ad-Darimi dalam Sunan-nya no. 1776 dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Imanno. 3476, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhibno. 1248]

Puasa Arafah

Adakah di antara kita yang tak pernah berbuat dosa? Pernahkah kita berbuat dosa tanpa kita sadari? Kalau memang pernah, tak usah khawatir. Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah ditanya tentang puasa di hari Arafah, beliau pun menjawab:
يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَ البَاقِيَةَ

Puasa Arafah itu menghapuskan dosa satu tahun yang lalu dan yang akan datang.” (HR. Muslim no. 1162). Dosa yang dihapuskan dalam dosa di atas adalah dosa-dosa kecil. Adapun dosa besar tidaklah terhapus melainkan dengan bertaubat kepada Allah.

Puasa yang disunnahkan adalah puasa sunnah secara umum pada 9 hari pertama di bulan Dzulhijjah, berdasarkan keumuman dalil tentang keutamaan amal shalih pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Adapun tanggal 10, 11, 12, 13 Dzulhijjah diharamkan berpuasa.

Dan juga terdapat dalil khusus disyari’atkannya berpuasa pada tanggal 9 Dzulhijjah (hari Arafah) bagi selain jama’ah haji. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menjelaskan keutamaannya,

ثَلاَثٌ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ فَهَذَا صِيَامُ الدَّهْرِ كُلِّهِ صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ

“Puasa tiga hari tiap bulan, puasa Ramadhan sampai Ramadhan berikutnya, maka inilah puasa yang bagaikan berpuasa setahun penuh, puasa Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah) aku harapkan kepada Allah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang, dan puasa Asyura (tanggal 10 Muharram) aku harap kepada Allah dapat menghapuskan dosa setahun lalu.” [HR. Muslim dari Qotadah radhiyallahu’anhu]

Demikian semoga bermanfaat bagi kita semua. Wallahu 'aklam bish showab.

10 Hari Dzulhijjah 2

: بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
(Bismillahir rohmanir rohim)

Hari-hari yang paling utama di dunia adalah sepuluh hari (pertama bulan Dzulhijjah). ” (Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 1133). Demikianlah Nabi kita صلى الله عليه وسلم menerangkan kedudukan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Amal-amal saleh yang bisa ditingkatkan dan dikerjakan di hari-hari yang Allah berkahi ini, tidak terbatas dengan amalan-amalan yang telah disebutkan. Melainkan pula seluruh amalan saleh secara mutlak dianjurkan untuk ditunaikan di hari-hari ini. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

ما مِن أيامٍ العمل الصّالح فيها أحبُّ إلى الله مِن هذه الأيّامِ. قالوا: يا رسول الله، و لا الجهادُ في سبيل الله؟ قال: و لا الجهادُ في سبيل الله! إلاّ رجلٌ خرج بنفسه و ماله فلم يرجعْ مِن ذلك بشيء

Tidak ada hari-hari yang mana amal saleh di dalamnya lebih dicintai Allah dibandingkan hari-hari ini (sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah). Para sahabat bertanya, “ wahai Rasulullah, tidak pula jihad fi sabilillah? ” Beliau menjawab, “Tidak pula jihad fisabilillah, kecuali seseorang yang berjihad dengan jiwa dan hartanya lalu tidak kembali membawa apa-apa lagi. ” (HR. Bukhari no. 969)
Hadits di atas menunjukkan disyari’atkannya memperbanyak amal shalih secara umum pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Sebagaimana juga disebutkan dalam riwayat yang lain dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma, Nabi shollallahu’alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ عَمَلٍ أَزْكَى عِنْدَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلاَ أَعْظَمَ أَجْرًا مِنْ خَيْرٍ يَعْمَلُهُ فِي عَشْرِ الأَضْحَى
“Tidak ada satu amalan yang lebih suci di sisi Allah ‘azza wa jalla dan lebih besar pahalanya dari satu kebaikan yang dilakukan seseorang pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah.” [HR. Ad-Darimi dalam Sunan-nya no. 1776 dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Imanno. 3476, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhibno. 1248]

Doa

Wa-idzaa sa-alaka 'ibaadii 'annii fa-innii qariibun ujiibu da'wata alddaa'i idzaa da'aani falyastajiibuu lii walyu/minuu bii la'allahum yarsyuduuna, Artinya : Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. ” (QS. Al-Baqarah: 186)
Siapa yang berdoa kepada-Nya, niscaya Dia kabulkan doanya. Maka, apalagi bila doanya bertepatan dengan hari-hari yang penuh berkah ini tentunya!
Dan apalagi jika bertepatan dengan hari Arafah tentunya!
Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: 
 خير الدّعاء دعاء يوم عرفة
“Sebaik-baik doa adalah doa di hari Arafah. ” (HR. Tirmidzi no. 3585)

Tidak diragukan lagi, telah terbentang di hadapannya pintu-pintu pengabulan doa!
Ibnu Abdilbarr mengomentari hadits di atas,Di dalam hadits ini terdapat kandungan hukum yaitu bahwasanya doa di hari Arafah lebih utama dibandingkan doa di selain hari Arafah. Dan padanya juga terdapat dalil yang menunjukkan keutamaan hari Arafah dibandingkan hari lainnya…dan di dalam hadits ini juga terdapat dalil yang menunjukkan bahwa doa di hari Arafah seringnya dikabulkan seluruhnya. ” (At-Tamhid 41/6)
Maka, hendaknya kita bersemangat untuk memperbanyak doa pada hari-hari ini, terutama berdoa kepada-Nya agar menyelamatkan kita dari neraka. Nabi صلى الله عليه وسلم telah bersabda,Tidak ada satu hari pun dimana Allah banyak menyelamatkan hamba-Nya dari neraka dibandingkan hari Arafah.” (HR. Muslim no. 1348)

Demikian semoga bermanfaat bagi kita semua. Wallahu 'aklam bish showab.

10 Hari Dzulhijjah 1

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
(Bismillahir rohmanir rohim)


Hari-hari yang paling utama di dunia adalah sepuluh hari (pertama bulan Dzulhijjah). ” (Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 1133). Demikianlah Nabi kita صلى الله عليه وسلم menerangkan kedudukan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Amal-amal saleh yang bisa ditingkatkan dan dikerjakan di hari-hari yang Allah berkahi ini, tidak terbatas dengan amalan-amalan yang telah disebutkan. Melainkan pula seluruh amalan saleh secara mutlak dianjurkan untuk ditunaikan di hari-hari ini. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

ما مِن أيامٍ العمل الصّالح فيها أحبُّ إلى الله مِن هذه الأيّامِ. قالوا: يا رسول الله، و لا الجهادُ في سبيل الله؟ قال: و لا الجهادُ في سبيل الله! إلاّ رجلٌ خرج بنفسه و ماله فلم يرجعْ مِن ذلك بشيء

Tidak ada hari-hari yang mana amal saleh di dalamnya lebih dicintai Allah dibandingkan hari-hari ini (sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah). Para sahabat bertanya, “ wahai Rasulullah, tidak pula jihad fi sabilillah? ” Beliau menjawab, “Tidak pula jihad fisabilillah, kecuali seseorang yang berjihad dengan jiwa dan hartanya lalu tidak kembali membawa apa-apa lagi. ” (HR. Bukhari no. 969)
Hadits di atas menunjukkan disyari’atkannya memperbanyak amal shalih secara umum pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Sebagaimana juga disebutkan dalam riwayat yang lain dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma, Nabi shollallahu’alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ عَمَلٍ أَزْكَى عِنْدَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلاَ أَعْظَمَ أَجْرًا مِنْ خَيْرٍ يَعْمَلُهُ فِي عَشْرِ الأَضْحَى
“Tidak ada satu amalan yang lebih suci di sisi Allah ‘azza wa jalla dan lebih besar pahalanya dari satu kebaikan yang dilakukan seseorang pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah.” [HR. Ad-Darimi dalam Sunan-nya no. 1776 dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Imanno. 3476, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhibno. 1248]


Dzikir : Tahlil, Takbir, Tahmid

Imam Bukhari di dalam Shahihnya menukilkan dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما bahwasanya ia menafsirkan “hari yang telah ditentukan” yaitu sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Dan Nabi صلى الله عليه وسلم juga bersabda menguatkan keutamaan dzikir di waktu-waktu ini: “Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal di dalamnya lebih Dia cintai melebihi sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah ini. Karena itu, perbanyaklah di waktu-waktu ini tahlil, takbir dan tahmid. ”(HR. Ahmad no. 5446)

Allah ta’ala berfirman:
وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ
“Dan hendaklah mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah dimaklumi tersebut.” [Al-Hajj: 28]

Allah ta’ala berfirman:
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ
“Dan berdzikirlah dengan menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan.”[Al-Baqoroh: 203]

Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dalam Shahih beliau,
وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ أَيَّامُ الْعَشْرِ وَالأَيَّامُ الْمَعْدُودَاتُ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ
“Dan berkata Ibnu ‘Abbas, Berdzikirlah kepada Allah pada hari-hari yang telah dimaklumimaksudnya adalah pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah, sedangkan hari-hari yang sudah ditentukan adalah hari-hari tasyriq (penyembelihan).”

Rosulullah shollallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللهِ وَلاَ أَحَبُّ إِلَيْهِ الْعَمَلُ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ الْعَشْرِ ، فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنَ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ
“Tidaklah ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal shalih yang lebih dicintai Allah ta’ala daripada sepuluh hari pertama Dzulhijjah, maka perbanyaklah ucapan tahlil, takbir dan tahmid.” [HR. Ahmad no. 6154 dari Ibnu Umarradhiyallahu’anhuma, dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Syu’aib Al-Anauth]

Beberapa Ketentuan tentang Takbir

Terdapat dalil secara khusus untuk memperbanyak takbir dan mengeraskannya (bagi laki-laki, adapun bagi wanita hendaklah dipelankan suaranya), baik di masjid, di rumah maupun di tempat umum, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah dalam Shahih beliau,
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ وَأَبُو هُرَيْرَةَ يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِي أَيَّامِ الْعَشْرِ يُكَبِّرَانِ وَيُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيرِهِمَا وَكَبَّرَ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ خَلْفَ النَّافِلَةِ
“Dahulu Ibnu Umar dan Abu Hurairah keluar menuju pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah dalam keadaan bertakbir dan manusia pun ikut bertakbir, dan Muhammad bin Ali bertakbir setelah sholat sunnah.”

Ulama menjelaskan bahwa takbir di sini ada dua bentuk:
  1. Takbir muthlaq, yaitu takbir yang dibaca kapan saja tanpa terikat waktu, dimulai sejak awal Dzulhijjah sampai akhir hari Tasyriq
  2. Takbir muqoyyad, yaitu takbir yang terkait dengan waktu sholat, dibaca setiap selesai sholat lima waktu, dimulai sejak shubuh hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah) sampai akhir hari Tasyriq.
Hal ini disyari’atkan berdasarkan ijma’ dan perbuatan sahabat radhiyallahu’anhum[Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 8/312 no. 10777].

Takbir ini disyari’atkan bagi selain jama’ah haji. Adapun bagi jama’ah haji disunnahkan untuk memperbanyak ucapan talbiyah sampai melempar jamrah ‘aqobah pada tanggal 10 Dzulhijjah, barulah dibolehkan bertakbir, dan boleh mulai bertakbir sejak lemparan pertama pada jamrah ‘aqobah tersebut sampai akhir hari tasyriq.

Dan boleh juga bagi jama’ah haji untuk menggabungkan antara takbir dan talbiyah, yakni terkadang membaca takbir dan terkadang membaca talbiyah, namun yang afdhal bagi yang sedang ihram untuk mengucapkan talbiyah, sedang bagi yang tidak ihram untuk bertakbir. Dan takbir ini dibaca sendiri-sendiri, adapun membacanya secara berjama’ah dengan satu suara atau dipimpin oleh seseorang maka termasuk perbuatan bid’ah, mengada-ada dalam agama [Lihat Majmu’ Fatawa Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah, 13/19].

Apalagi sampai mengadakan konvoi di jalanan yang dapat mengganggu ketertiban umum dan terjadi berbagai macam kemaksiatan seperti ikhtilat (campur baur antara laki-laki dan wanita), meneriakkan takbir diiringi alat-alat musik (padahal musik itu sendiri diharamkan dalam Islam) dan berbagai kemungkaran lainnya yang biasa terjadi pada malam dan hari raya.

Adapun lafaz takbir diantaranya adalah seperti yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, beliau membaca takbir pada hari-hari tasyriq,
الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله، والله أكبر، الله أكبر، ولله الحمد
“ Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaaha illaLlah, waLlahu Akbar, Allahu Akbar, wa liLlahil hamd ” (Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada yang berhak disembah selain Allah, dan Allah Maha Besar, dan segala puji hanya bagi Allah).”[HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf-nya no. 5697, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa no. 654 dan beliau mendha’ifkan hadits Jabir radhiyallahu’anhu dengan lafaz yang sama]

Demikian semoga bermanfaat bagi kita semua. Wallahu 'aklam bish showab.

Monday, September 29, 2014

Al Mu'awwizat 2


  بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
(Bismillahir rohmanir rohim)

Surah Al falaq dan Surah an-Nas, disebut al-Mu’awwidzatain. Disebut demikian karena keduanya mengandung ta’widz (perlindungan). Keduanya termasuk surat yang utama dalam Al-Qur’an. Keutamaan surat Al-Falaq selalu disebut bersamaan dengan surat An-Nas.

أَخْبَرَنَا عِمْرَانُ بْنُ مُوسَى بْنِ مُجَاشِعٍ، حَدَّثَنَا هُدْبَةُ بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ زِرٍّ، قَالَ: قُلْتُ لأُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ: إِنَّ ابْنَ مَسْعُودٍ لا يَكْتُبُ فِي مُصْحَفِهِ الْمُعَوِّذَتَيْنِ، فَقَالَ: قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " قَالَ لِي جِبْرِيلُ: قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ فَقُلْتُهَا، وَقَالَ لِي: قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ فَقُلْتُهَا ".فَنَحْنُ نَقُولُ مَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Imraan bin Muusaa bin Mujaasyi’ : Telah menceritakan kepada kami Hudbah bin Khaalid : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Salamah, dari ‘Aashim, dari Zirr, ia berkata : Aku pernah berkata kepada Ubay bin Ka’d : “Sesungguhnya Ibnu Mas’uud tidak menuliskan surat Al-Mu’awwidzatain dalam mushhaf”. Lalu ia (Ubay) berkata : “Telah berkata kepadaku Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Jibriil telah berkata kepadaku : Qul a’uudzu bi-rabbil-falaq. Lalu aku mengatakannya (mengikuti bacaannya). Dan dikatakan kepadaku : Qul a’uudzu birabbin-naas. Lalu aku mengatakannya (mengikuti bacaannya)’. Maka kami pun mengatakan apa yang dikatakan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan no. 797; sanadnya hasan].
Setelah turunnya dua surat ini, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mencukupkan keduanya sebagai bacaan (wirid) untuk membentengi dari pandangan jelek jin maupun manusia. (HR. At Tirmidzi no. 1984, dari shahabat Abu Sa’id radhiallahu ‘anhu). Namun bila disebut Al Mu’awwidzat, maka yang dimaksud adalah dua surat ini dan surat Al Ikhlash. Al Mu’awwidzat, salah satu bacaan wirid/dzikir yang disunnahkan untuk dibaca sehabis shalat. Shahabat ‘Uqbah bin ‘Amir membawakan hadits dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau shalallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Bacalah Al Mu’awwidzat pada setiap sehabis shalat.” (HR. Abu Dawud no. 1523, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1514)
Al Mu’awwidzat juga dijadikan wirid/dzikir di waktu pagi dan sore. Barangsiapa yang membacanya sebanyak tiga kali diwaktu pagi dan sore, niscaya Allah subhanahu wata’ala akan mencukupinya dari segala sesuatu. (HR. Abu Dawud no. 4419, An Naasaa’i no. 5333, dan At Tirmidzi no. 3399)

Demikian pula disunnahkan membaca Al Mu’awwidztat sebelum tidur. Caranya, membaca ketiga surat ini lalu meniupkan pada kedua telapak tangannya, kemudian diusapkan ke kepala, wajah dan seterusnya ke seluruh anggota badan, sebanyak tiga kali. (HR. Al Bukhari 4630)

Al Muawwidzat juga bisa dijadikan bacaan ‘ruqyah’ (pengobatan ala islami dengan membaca ayat-ayat Al Qur’an). Dipenghujung kehidupan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau dalam keadaan sakit. Beliau meruqyah dirinya dengan membaca Al Muawwidzat, ketika sakitnya semakin parah, maka Aisyah yang membacakan ruqyah dengan Al Muawwidzat tersebut. (HR. Al Bukhari no. 4085 dan Muslim no. 2195)

Surat ini termasuk golongan surat Makkiyah (turun sebelum hijrah) menurut pendapat para ulama di bidang tafsir, diantaranya Ibnu Katsir Asy Syafi’i dan Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’dy. Surat An Naas merupakan salah satu Al Mu’awwidzataini. Yaitu dua surat yang mengandung permohonan perlindungan, yang satunya adalah surat Al Falaq. Kedua surat ini memiliki kedudukan yang tinggi diantara surat-surat yang lainnya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Telah diturunkan kepadaku ayat-ayat yang tidak semisal dengannya yaitu Al Mu’awwidataini (surat An Naas dan surat Al Falaq).” (H.R Muslim no. 814, At Tirmidzi no. 2827, An Naasa’i no. 944)

Demikian semoga bermanfaat bagi kita semua. Wallahu 'aklam bish showab.

Al Mu'awizzat 1

 : بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
(Bismillahir rohmanir rohim)


Al-Mu’awwidzatain artinya dua (surat) untuk mohon perlindungan, yakni surat Al-Falaq dan Surat An-Naas “ Berikut beberapa keutamaan dari surat Al-Mu’awwidzatain :
  1. Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Amir, “….Wahai ‘Uqbah, maukah kamu aku ajarkan dua surat yang termasuk dua surat terbaik yang dibaca oleh manusia?”. Aku menjawab, “tentu wahai Rasullulah “, lalu Beliau membacakan untukku surat Al-Falaq dan An-naas Kemudian tiba waktu shalat, beliau maju menjadi imam, lalu beliau membaca kedua surat tersebut, kemudian beliau lewat dihadapanku, lalu bersabda : “Bagaimana pendapatmu wahai ‘Uqaib? Bacalah kedua surat tersebut ketika hendak tidur dan ketika bangun tidur”
  2. “Tidakkah kamu memperhatikan ayat-ayat yang diturunkan malam ini, di mana sebelumnya tidak ada ayat-ayat seperti itu, yaitu “Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada Rabb yang menguasai shubuh (fajar), dan katakanlah ‘aku berlindung kepada Rabb-nya manusia’ “.( Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad at-Tirmidzi dan An-Nasai. at-tirmidzi menyatakan hadist ini hasan shahih)
  3. Rasullulah bersabda, “Bacalah surat Al-Ikhlaash serta surat Al-Mu’awwidzatain, pada waktu petang dan pada waktu pagi hari  sebanyak tiga kali , maka kamu akan dilindungi dari segala gangguan “. (Shahih Tirmidzi no. 2897 dengan sanad hasan Gharib).
  4. Imam Malik meriwayatkan dari ‘Aisyah, bahwa apabila Rosullulah sholallahu 'alaihi wasallam sakit, beliau membaca Al-Mu’awwidzatain atas dirinya dan beliau meniupkannya. Ketika sakitnya semakin parah, maka aku membacakannya untuk beliau, dan aku usapkan kepada beliau dengan tangan beliau sendiri untuk mengharapkan barakahnya. (HR. Bukhari dalam Fat-hul Baari (VIII/679), Abu Dawud (IV/220), An-Nasai dalam al-Kubraa (IV/867 dan 868) dan Ibnu Majah (II/1166))
  5. Diriwayatkan dari Abu Sa’id, bahwa Rosullulah sholallahu 'alaihi wasallam berlindung dari ‘ain jin dan ‘ain [1]  manusia. Ketika surat Al-Mu’awwidzatain beliau berlindung dengan membaca kedua surat tersebut dan meninggalkan yang lainNYA (HR. At-Tirmidzi (no.2058), An-nasa’i (VII/271), Ibnu Majah (no. 3511). Hadist shahih, dishahihkan oleh syaikh Al-Albani dalam shohibul jaami'). 
Semoga bermanfaat bagi kita semua. Wallahu 'aklam bish showab. Alhamdu lillaahil ladzii bini’mathihi tatimmush shalihaat. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmatnya segala kebaikan menjadi sempurna…

Al Mu'awwizat




بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
(Bismillahir rohmanir rohim)

Surah al-Falaq dan Surah al-Nas

 عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا :

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم كَانَ إِذَا اشْتَكَى يَقْرَأُ عَلَى نَفْسِهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ وَيَنْفُثُ. فَلَمَّا اشْتَدَّ وَجَعُهُ، كُنْتُ أَقْرَأُ عَلَيْهِ، وَأَمْسَحُ بِيَدِهِ رَجَاءَ بَرَكَتِهَا.

متفق عليه


A’isyah ra berkata: Sesungguhnya Rosulullah saw jika merasa sakit, baginda membaca Mu’awwizat kemudian meniupnya, ketika sakit itu bertambah parah, akulah yang membacakannya lalu aku usapkan dengan tangannya, mengharap keberkahannya.
  • Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (Hadis no. 4629) dan Muslim (hadis no. 4065 dan 4066).
    Surah al-Falaq adalah surah ke-113 dan surah al-Nas adalah surah ke-114

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْها قالت :
كَانَ النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ جَمَعَ كَفَّيْهِ، ثُمَّ نَفَثَ فِيهِمَا فَقَرَأَ فِيهِمَا قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ وَقُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ وَقُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ، ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ، يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ، وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ، يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ.
رواه البخاري

Aisyah ra berkata: Setiap malam, ketika Rasulullah saw ingin mula tidur, baginda merapatkan kedua tangannya kemudian meniupkan kearah kedua talapak itu sambil membaca surah al-ikhlas, al-falaq dan al-nas, kemudian menyapu semua anggota badan yang mungkin dijangkau, dimulai dari kepala, wajah dan seluruh bagian tubuh lain sebanyak tiga kali
  • Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (Hadis no. 4630)

  عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَالَ:
قَدْ أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَيَّ آيَاتٍ لَمْ يُرَ مِثْلُهُنَّ : قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ إِلَى آخِرِ السُّورَةِ، وَ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ إِلَى آخِرِ السُّورَةِ .
رواه مسلم والترمذي والنسائي

Uqbah ibn ‘Amir al-Juhani ra berkata: Rasulullah saw bersabda:
Allah telah menurunkan kepadaku beberapa ayat yang belum ada sebelumnya, yaitu surah al-Naas dan al-Falaq.

  • Hadis sahih, diriwayatkan oleh Muslim (hadis no. 1348), al-Tirmizi (Hadis no. 2827), dan al-Nasa’i (hadis no. 945 dan 5345). Lafaz ini adalah riwayat al-Tirmizi.


 
Blogger Templates